Cash Conversion Cycle, Ilmu Penting dalam Bisnis Kuliner. Pahami CCC supaya Cash Flow tambah Joss!
Updated: Mar 31, 2021
Memiliki Cash Flow yang sehat dalam bisnis kuliner kita sudah pasti menjadi salah satu hal yang harus diperhatikan jika ingin bisnisnya lancar dan bertahan. Dan seperti kita ketahui, indikator-indikator seperti pertumbuhan pendapatan (revenue growth) dan tingkat keuntungan (profitability) memiliki peran penting dalam memantau perkembangan bisnis, namun ada satu lagi indikator yang sangat penting dan sering dilupakan. Indikator ini akan memberikan informasi seberapa efisien kita dalam mengelola cash.
Selain tentunya mengoptimalkan pendapatan dan biaya, prinsip dalam mengelola cash yang baik sebetulnya sederhana, yaitu :
a. Seberapa cepat kita bisa mengubah persediaan (inventory) menjadi produk yang terjual (diukur dalam Inventory Days)
b. Seberapa cepat kita memperoleh cash dari piutang yang diberikan kepada customer (diukur dalam Receivable Days)
c. Seberapa lama kita membayar / mengeluarkan cash atas hutang kita kepada supplier (diukur dalam Payable Days)
Nah, dalam hal ini Cash Conversion Cycle (CCC) akan mengukur seberapa cepat bisnis kuliner kita mengkonversi cash menjadi lebih banyak cash lagi. Yaitu dengan cara mengikuti alur cash yang dikonversi ke dalam persediaan (inventory), kemudian hutang (payable) yang muncul kepada supplier, sampai kepada terjualnya produk kuliner kita dan piutang (receivable) yang muncul dari customer (jika ada, terutama jika bisnis modelnya adalah menjual bahan baku kepada mitra) dan akhirnya akan berakhir dalam bentuk cash kembali.
Artikel ini bersifat konseptual dan juga teknis, sehingga sangat penting untuk para foodpreneurs untuk dapat mencermatinya dengan baik sehingga dapat memberikan manfaat yang besar untuk bisnis kulinernya masing-masing.
A. Prinsip CCC
Sebagai contoh, ketika bisnis kuliner kita memerlukan waktu yang lama untuk meng-collect piutang dari customer, memiliki terlalu banyak inventory on hand dan membayar biaya / hutang terlalu cepat maka ini akan memperpanjang CCC (angka CCC akan menjadi besar).
CCC yang lama / besar artinya membutuhkan waktu yang lama untuk menghasilkan cash yang juga dapat berakibat bisnis kita tidak dapat menyelesaikan kewajiban pembayaran dengan tepat waktu (insolvency).
Sebaliknya, ketika bisnis kita meng-collect piutang dengan cepat / tepat waktu, memiliki tingkat inventory yang pas, dan forecast yang baik dan memiliki waktu yang relatif longgar untuk membayar hutang, maka ini akan memperpendek CCC (angka CCC akan menjadi kecil).
CCC yang singkat artinya bisnis kita lebih sehat, sehingga tambahan cash yang tersedia dapat diputar kembali di dalam bisnis.
B. Cara Menghitung CCC
Prasyarat dalam menghitung CCC adalah kita harus memiliki laporan keuangan dulu yang rapih (Laba Rugi dan Neraca). Informasi yang diperlukan adalah sebagai berikut :
• Pendapatan (revenue) dan harga pokok penjualan (cost of goods sold), ini diperoleh dari laporan Laba Rugi (P&L);
• Nilai persediaan (inventory) di awal periode dan diakhir periode, ini diperoleh dari catatan persediaan atau neraca (balance sheet);
• Nilai piutang (account receivable) di awal periode dan diakhir periode, ini diperoleh neraca (balance sheet).
• Nilai hutang (account payable) di awal periode dan diakhir periode, ini diperoleh juga dari neraca (balance sheet).
• Jumlah hari dari periode yang ingin dianalisa, 90 hari untuk analisa per triwulan dan 365 hari untuk analisa tahunan.
Formula CCC adalah :
CCC = Inventory Days (ID) + Receivable Days (RD) – Payable Days (PD)
Inventory Days (ID):
Inventory Days adalah rata-rata jumlah hari yang dibutuhkan sebuah bisnis kuliner untuk mengkonversi inventory menjadi penjualan, dengan kata lain rata-rata jumlah hari inventory tertahan sebelum terjual.
Formulanya adalah :
(Average Inventory / Cost of Good Sold) x Number of Days
Contoh :
Bisnis ayam geprek di tahun 2020 memiliki inventory di awal sebesar Rp 1,000,000 dan inventory akhir senilai Rp 3,000,000. COGS selama tahun 2020 adalah Rp 40,000,000. Maka Inventory Days di tahun 2020 adalah
((1,000,000 + 3,000,000)/ 2) / 40,000,000) x 365
= (2,000,000/ 40,000,000) x 365
= 18.25
Yang artinya rata-rata diperlukan sekitar 18 hari untuk mengkonversi inventory menjadi penjualan produk.
Receivable Days (RD):
Receivable Days adalah rata-rata jumlah hari yang dibutuhkan sebuah bisnis kuliner untuk meng-collect piutang penjualan, dengan kata lain rata-rata jumlah hari yang dibutuhkan untuk mendapatkan pembayaran cash setelah produk terjual.
Formulanya adalah :
(Average Receivable / Total Sales) x Number of Days
Contoh :
Bisnis ayam geprek di tahun 2020 memiliki piutang (receivable) di awal periode sebesar Rp 4,000,000 dan receivable akhir senilai Rp 6,000,000. Sales selama tahun 2020 adalah Rp 120,000,000. Maka Receivable Days di tahun 2020 adalah
((4,000,000 + 6,000,000)/ 2) / 120,000,000) x 365
= (5,000,000/ 120,000,000) x 365
= 15.20
Yang artinya rata-rata diperlukan sekitar 15 hari untuk meng-collect pembayaran atas piutang dari customer.
Payable Days (PD):
Payable Days adalah rata-rata jumlah hari yang dibutuhkan sebuah bisnis kuliner untuk membayar hutang usaha, dengan kata lain rata-rata jumlah hari yang dibutuhkan untuk mambayar tagihan dari supplier
Formulanya adalah :
(Average Payable / Cost of Goods Sold) x Number of Days
Contoh :
Bisnis ayam geprek di tahun 2020 memiliki hutang (payable) di awal periode sebesar Rp 1,000,000 dan payable akhir senilai Rp 2,000,000. COGS selama tahun 2020 adalah Rp 40,000,000. Maka Payable Days di tahun 2020 adalah
((1,000,000 + 2,000,000)/ 2) / 40,000,000) x 365
= (1,500,000/ 40,000,000) x 365
= 13.69
Yang artinya rata-rata diperlukan sekitar 13 hari untuk membayar tagihan kepada supplier
Sehingga seperti yang telah disampaikan sabelumnya dimana
CCC = Inventory Days (ID) + Receivable Days (RD) – Payable Days (PD)
Maka:
CCC = 18.25 + 15.20 – 13.69
= 19.76
Yang artinya dibutuhkan waktu sekitar 19 hari untuk bisnis kuliner ayam geprek tersebut untuk memutar inventory sampai kembali lagi dalam bentuk cash.
C. Manfaat CCC
CCC adalah adalah salah satu indikator kuantitatif yang yang dapat mengevaluasi seberapa efisien operasional dan pengelolaan bisnis kuliner kita. Tren, seiring dengan waktu, yang stabil atau menurun atas nilai CCC adalah pertanda bagus sedangkan tren yang meningkat atas nilai CCC harus dinalisa dan dicari tahu penyebabnya.
Dalam bisnis kuliner, persediaan (inventory) adalah salah satu komponen terbesar sehingga perputaran inventory (sampai menjadi produk akhir ) yang tinggi atau cepat akan memberikan efek positif terhadap CCC.
CCC tidak akan bermakna sebagai suatu nilai jika ia berdiri sendiri, CCC baru akan bermakna jika menganalisanya dengan periode waktu yang panjang (over multiple time periods) misalnya beberapa triwulan (quarter) atau beberapa tahun. Bisa juga kita membandingkan CCC dengan jenis bisnis yang sama (jika informasinya tersedia di publik, yang biasanya sangat jarang untuk UMKM). CCC juga kan digunakan sebagai dasar sebuah bisnis untuk mengambil keputusan untuk menyesuaikan metode pembayaran (credit payment terms) dan metode cash collection dari customer.
Demikianlah penjelasan mengenai pentingnya Cash Conversion Cycle (CCC) dalam pengelolaan Cash, bagaimana cara menghitungnya, cara membaca, menganalisa dan memaknainya. Semoga bermanfaat untuk para foodpreneurs!
Foodizz
1st F&B EduTech
Belajar Kuliner ... Yah di Foodizz.
Coming Soon, Sekolah Bisnis Kuliner By Foodizz
Program belajar bisnis kuliner selama 6 bulan di Bandung dengan metode kurikulum bisnis kuliner yang terintegrasi pertama di Indonesia serta dibarengin dengan studi kasus terupdate. Peserta akan dapat membuat Business Plan yang kuat, kesempatan untuk presentasi ke investor, mendapatkan partner atau sampai mendapatkanfunding.
Buat temen-temen yang tertarik memulai bisnis kuliner, atau sudah punya bisnis kuliner ingin mengirim keluarga, anak atau orang kepercayaannya yuk segera join di program ini. Cek www.sekolahkuliner.com
*Buat temen-temen yang mau copas artikel silahkan ajah ga perlu minta izin asal mencantumkan sumber artikelnya, yaitu www.foodizz.id/blog. Yuk hargai karya dan usaha orang lain dalam membuat konten.
Sumber Gambar: Unsplash.com
Comments